Google

Wednesday, October 10, 2007

Sumber; Republika,Jumat, 05 Oktober 2007

Berkah

Oleh : Zaim Uchrowi

Hanya dalam pengajian di masjid-masjid istilah ini masih sesekali terdengar. Dalam percakapan sehari-hari, kita hampir tak pernah lagi menyebut kata 'berkah'. Kita lebih suka bicara soal karier, rumah, mobil, bahkan telepon genggam. Apa jabatan kita, berapa banyak penghasilan kita, di mana rumah kita, seberapa populer nama kita, hingga apa merek, model, dan harga barang yang kita pakai seolah menjadi hal paling penting dalam hidup ini. Sesekali kita menggunakan istilah yang lebih abstrak ketimbang soal barang-barang itu. Misalnya, kita juga menyebut istilah 'sukses'. Tapi, lagi-lagi, sukses itu lalu kita hubungkan dengan atribut yang kita miliki.



Di saat telah lama menjauh dari peredarannya sekarang, pemunculan kata berkah mnjadi terasa menyejukkan. Pemunculan itu saya dapatkan dari Pak Iwan, seorang imam masjid sederhana yang terjadwal harus menyampaikan 'kultum' usai shalat Subuh. Ia mengutip tentang pentingnya berkah dalam kehidupan ini. Berkah itulah yang akan mengantarkan pada ketenteraman dan kebahagiaan di dunia ini. Lebih dari itu, berkah juga akan mengantarkan pada kebahagiaan di akhirat kelak.

Mendengar kembali istilah berkah, ingatan pun melayang pada beberapa nama yang saya kenal. Pada Pak Maksum, mantan tetangga misalnya. Ia tak punya rumah. Ia sempat menyewa rumah petak di tempat yang ada di belakang kompleks kami. Ia tak punya latar belakang pendidikan cukup.

Profesinya pedagang makanan. Pernah ia menjual kue putu keliling, pernah jual nasi uduk, hingga es buah. Beberapa kali usahanya bangkrut sehingga harus memulai usaha baru. Bahkan, rumah sewa yang ditempatinya digusur. Ia harus pindah rumah saat tak punya uang sama sekali. Namun, apa pun keadaan yang melingkupinya, ia selalu tampak antusias. Ia terus saja bekerja keras dan juga beribadah dengan gembira. Ia selalu mendapat jalan keluar dari kesulitan, dan mampu mengantar anak-anaknya menjadi manusia mandiri.

Keberkahan hidup juga saya rasakan pada beberapa nama yang saya kenal. Hidayat Nur Wahid, misalnya, ia tidak pernah berkasak-kusuk menjadi tokoh publik. Ia terus fokus untuk mengajar dan berdakwah. Keberkahanlah yang mengantarkannya menjadi Ketua MPR. Begitu pula Soetrisno Bachir, pedagang batik dari Pekalongan yang biasa saja pada mulanya. Namun, sejak muda ia gemar membantu orang-orang dan hal-hal baik, dan ia biasa melupakan apa yang dilakukannya. Keberkahan mengantarkannya menjadi orang penting sekarang. Di dunia hiburan, semestinya Dorce sudah lama tergusur oleh para pendatang baru. Keberkahan yang didapatnya dengan menyantuni ribuan anak yatim membuatnya terus berkibar.

Konsep berkah mengajari adanya hal di luar rasionalitas untuk meraih sukses dan bahagia. Kejar dan raih kekuatan intangible itu. Tak perlu kasak-kusuk mengejar jabatan dan uang untuk meraih sukses dan kebahagiaan. Dunia Timur mengenal urusan 'batin' selain soal 'lahir'. Bersihkan diri untuk pertajam mata batin, imbangi dengan kerja keras, maka atribut keduniawiaan akan datang sendiri tanpa kita harus menyikut kiri kanan dan menilep hal yang bukan hak kita sendiri. Dunia Barat hari-hari ini juga tengah antusias dengan kekuatan tak terukur tersebut lewat "hukum tarik-menarik" seperti yang membuat Rhonda Byrne sukses lewat buku The Secret yang ditulisnya. Bersikaplah positif, maka sikap itu akan menjadi magnet yang akan menarik hal-hal positif datang dengan sendirinya pada kita.

Prinsip itu sejalan dengan ajaran agama bahwa "Allah adalah sesuai persangkaan hamba-Nya." Bila benar-benar yakin akan memperoleh kebaikan dari Allah, maka kita akan mendapatkannya. Itu pasti. Dan apa yang akan kita dapatkan itu adalah berkah. Maka Pak Iwan, imam majid itu, pun mengutip ayat Alquran yang menyebut bahwa kunci berkah adalah keyakinan dan ketakwaan (kebersandaran) secara mendalam pada Allah. Hidup berkah adalah hidup yang setiap pertambahan kesuksesannya akan selalu membahagiakan. Baik diri sendiri, keluarga, maupun orang-orang lain di sekitar kita.

Dengan usaha bersama yang sungguh-sungguh, saya yakin, bangsa ini akan dapat menjadi bangsa yang berkah. Dengan begitu praktik menggelikan berupa kasak-kusuk untuk mendapat komisi, bahkan korupsi, atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sendiri karena takut menjadi tidak kaya akan dapat berkurang secara pasti.










0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

 


© 2006 FE-UNS | Design by Rohman Abdul Manap
:::    Skip to top   :::

Download